Monday, August 8, 2011

Pujian yang menakutkan


Pujian Yang Menakutkan

Malam itu, saat saya sedang smsan dengan seorang teman wanita. Pada sebuah pesan saya menjelaskan tentang pentingnya membaca dan mengupgrade informasi. Setelah saya uraikan panjang pada pesan singkat yang saya kirim, dia kemudian melontarkan pujiannya, betapa saya adalah sosok yang cerdas.

Bila menggunakan pola pikir konvensional, tentu hal itu menambah saldo pujian yang telah masuk buat saya, dan idealnya bisa membuat saya lebih tinggi hati dan sedikit merasa berbangga. Namun berangkat dari hal itu, saya mulai merenung bahwa ternyata semua itu belum cukup untuk membuat saya seperti itu. Malah yang ada, pujian itu membuat saya menjadi terbebani. Terbebani oleh expectasi (harapan) yang besar dari mereka. Tentunya teman wanita saya itu punya alasan kenapa harus susah-susah memuji saya.

Saat itu saya mulai berpikir, ternyata selama ini saya seperti hidup dalam sebuah kurungan, kurungan yang dilabeli dengan pujian. Sebuah control sosial yang keliahatannya positif, tetapi bisa menggiring kita ke dalam perilaku dan sifat negative. Sebuah pujian ternyata dapat menuntun seseorang untuk sadar bahwa sebenarnya dalam pujian itu terdapat perintah bahwa selayaknya kita harus menyelaraskan dan mengkonsistensikan antara pujian yang dilontarkan dengan kenyataan yang kita alami dan yang akan kita alami.

Pujian itu akhirnya dapat menjadi sebuah batasan buat kita agar tidak melanggar norma-norma yang telah dibatasi oleh pemuji. Segala perilaku dan sikap yang kita ambil akan lebih terarah dan kita bisa lebih memperhatikan apakah itu pantas atau tidak kita lakukan. Sedikit saja kita salah melangkah, mereka akan menyoroti kita, yang akhirnya pujian itu malah menjadi cacian sebagai buntut dari sikap skeptis yang muncul saat mereka melihat kita tidak berperilaku sebagaimana yang mereka pujikan.

Sekalipun kita bukan orang suci, setidaknya setengah dari harapan mereka bisa kita penuhi. Seperti sebuah kredo yang menyatakan bahwa bila kita menginginkan sebuah sepeda motor, maka bermimpilah bisa membeli sebuah mobil, karena usaha maksimal yang kita kerahkan setidaknya dapat membuahkan setengah dari mimpi kita sebelumnya.

Bercermin dari pujian itu tidak selalu salah, mengingat sifatnya yang obyektif. Tapi kita jangan lupa bahwa kita juga punya kepribadian sendiri. Keperibadian yang membentuk karakter kita. Kita tidak harus sepenuhnya menjadi manusia bentukan persepsi manusia lain. Karakter dan prinsip pribadi yang menurut kita baik harus tetap kita pertahankan. Itu identitas kita.

Kita bisa buat kesimpulan bahwa pesan yang dikatakan pendahulu kita kalau jangan terlena dengan pujian itu 99% benar. (aku tidak mengatakan 100% karena sesuatu bisa berubah di lain hari, jadi 1 %nya kita simpan buat masa depan) Jadi, Selama sebuah pujian itu sifatnya membangun dan memotivasi, why not. Yang penting jangan bersikap selfish sampai jadi orang apatis, karena itu yang bisa membangun persepsi orang bahwa kita orang yang sombong. Sebuah kata yang kurang popular buat penggemar kita (narsis dikit halal kan.hehehehe)

Wednesday, August 3, 2011

kirain lama taunya cepet lho! Salut.


Sekecil apapun sesuatu yang dilakukan, kalo itu sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahan patut untuk dihargai. seperti kasus yang saya alami saat memboyong kartu perdana Flash dari sebuah counter. Dalam benak saya Kartu Perdana yang saya tebus dengan 60 rb tersebut berisi pulsa 55rb dan siap untuk dipakai berselancar d dunia maya. tapi apa dinyana, begitu akan didaftar paket 50 rb, pulsanya tidak mencukupi dan berisi cuma 10 rb rupiah. dua kali complain dua kali pula saya harus menelan kekecewaan karena tidak bertemu dengan si penjaga counter. tak pelak hal itu menimbulkan prasangka buruk. sepanjang salat terawih yang ada dalam benak saya hanya rangkaian kata-kata pedas untuk memberi pelajaran sang penjaga counter bilamana menolak mengganti pulsa yang menjadi hak saya tersebut. Setelah Tarwih selesai sy putuskan untuk kembali mendatangi counter dimana saya beli kartu tersebut, dalam perjalanan menuju komplain ke3, saya sudah siap untuk mengeluarkan unek2 2011 yang sedari siang saya simpan.
singkat cerita begitu saya ketemu dengan penjaga yang saya maksud, semua keluhan saya sampaikan (tp dengan kt2 yg lebih sopan tentux). Dengan muka menyesal ia memutuskan untuk mengganti pulsa saya yg hilang itu dengan uang 40.rb sbg bentuk tanggung jawab atas kekurangan pulsa yang dimaksud meski sebelumnya menyarankan saya untuk ke Grapari terdekat. kaget juga sebenarnya, karena diluar perkiraan dan prasangka saya.Saat hendak menyerahkan uang tersebut, saya putuskan untuk tidak menerimanya dan mengatakan agar uang itu diganti pulsa saja sehingga dia tidak merasa merugi.
akhirnya,, lepas beban pikiran yang dah ngendon sedari siang. lega rasanya bisa menyelesaikan dengan baik with win-win solution. andai saja semua penjual pulsa seperti itu dan sadar atas kesalahan serta tau bagaimana memperlakukan konsumen saya rasa korupsi akan mudah dibrantas (lho! apa hubungannya yach??). Tau' deh, yang penting pulsa gw balik dan bisa kembali menjelajah dunia maya d bulan puasa ini.. lets go!!! go Fast (meski "lama.......")

Pentingnya Kecakapan Literasi Baca Tulis Abad 21

Oleh: Muh.Nurholis, S.Pd. Guru SMP Islam Athirah Bone Secara terminologi, literasi adalah suatu kemampuan seseorang untuk meng...